Alessia Russo, bintang sepak bola wanita Inggris, secara terbuka mengungkapkan dampak buruk pelecehan daring terhadap kesehatan mental atlet. Dibawah ini anda akan melihat informasi mengenai sepak bola perempuan menarik hari ini yang telah dirangkum oleh SPORTS ZILLA BLOG.
Ia menyebut pengalaman tersebut sebagai hal yang “sangat merusak” dan mengaku sempat menghapus media sosial selama Piala Dunia 2023 untuk melindungi diri. Pernyataannya ini sejalan dengan pengakuan atlet lain, seperti petenis Katie Boulter, yang juga mengkritik keras budaya pelecehan daring.
Russo mengungkapkan bahwa mayoritas pemain sepak bola wanita pernah mengalami pelecehan daring. Hal ini memengaruhi konsentrasi dan performa mereka di lapangan. “Setiap pemain mungkin punya cerita berbeda, tetapi jelas ini bisa sangat merugikan,” ujarnya dalam konferensi pers di St George’s Park. Ia menekankan bahwa atlet seringkali menjadi sasaran komentar negatif, bahkan ancaman, hanya karena kesalahan kecil dalam pertandingan.
Selain Russo, kiper Hannah Hampton juga mengaku pernah mempertimbangkan untuk pensiun dini akibat tekanan media sosial. Millie Bright, yang absen di Euro karena alasan kesehatan mental, sebelumnya telah mengingatkan publik bahwa atlet tetaplah manusia yang rentan terhadap kritik pedas. Fenomena ini menunjukkan betapa seriusnya dampak negatif dari penyalahgunaan platform digital terhadap psikologis atlet.
AYO DUKUNG TIMNAS GARUDA, sekarang nonton pertandingan bola khusunya timnas garuda tanpa ribet, Segera download!
![]()
Strategi Atlet dalam Menghadapi Pelecehan Daring
Menyadari bahaya media sosial, Alessia Russo memutuskan untuk tidak menggunakannya selama Euro 2025. Ia mengaku belajar dari pengalaman sebelumnya di Piala Eropa 2023, di mana ia terlalu sering membaca komentar negatif. “Saat muda, saya mudah terpengaruh. Sekarang, saya hanya fokus pada tim, pelatih, dan keluarga,” tuturnya. Keputusan ini didukung oleh rekan setimnya, Keira Walsh, yang sama sekali tidak menggunakan media sosial.
Namun, tidak semua pemain memilih pendekatan yang sama. Ella Toone, misalnya, masih aktif di Instagram tetapi lebih selektif dalam mengonsumsi konten. “Ini tergantung individu. Saya menghormati keputusan rekan-rekan yang memilih untuk off media sosial,” kata Toone. Ia menambahkan bahwa tim saling mendukung dan tidak memaksakan preferensi masing-masing.
Grace Clinton, yang akan menjalani turnamen senior pertamanya, mengaku sedang mempertimbangkan untuk mengurangi penggunaan media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa para pemain muda pun mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental di era digital. Dengan berbagai strategi yang berbeda, para Lionesses berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif menjelang pertandingan penting.
Baca Juga: Pepe Reina Pensiun dan Bersiap Jalani Karier Baru di Dunia Sepak Bola
Peran Pemain Senior dalam Membimbing Generasi Muda
Sebagai bagian dari tim inti Inggris, Russo dan Toone kini mengambil peran sebagai mentor bagi tujuh pemain debutan di Euro 2025. Mereka berbagi pengalaman tentang cara menghadapi tekanan, termasuk serangan daring. “Kami ingin memastikan pemain muda merasa nyaman dan percaya diri,” ujar Toone.
Russo menekankan pentingnya mengabaikan opini negatif dari luar. “Hanya pendapat rekan setim dan pelatih yang penting,” tegasnya. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu pemain baru agar tidak terbebani oleh ekspektasi dan kritik pedas.
Timnas Inggris, yang akan menghadapi Prancis, Belanda, dan Wales di Grup D, berkomitmen menciptakan suasana tim yang solid. Dukungan antarpemain menjadi kunci utama untuk menghadapi tantangan turnamen besar sekaligus mengatasi dampak negatif dari media sosial.
Seruan untuk Perubahan dan Dukungan yang Lebih Baik
Russo dan rekan-rekannya tidak hanya berbicara tentang masalah, tetapi juga mendorong perubahan sistemik. Mereka menyerukan perlindungan lebih baik bagi atlet dari pelecehan daring, termasuk regulasi yang lebih ketat dari platform media sosial. “Atlet adalah manusia yang memiliki perasaan,” tegas Russo.
Toone menambahkan bahwa dukungan dari federasi dan fans sangat berarti. “Kami butuh empati, bukan kebencian,” ujarnya. Pesan ini terutama ditujukan untuk generasi muda yang baru memasuki dunia sepak bola profesional.
Dengan kesadaran yang semakin meningkat, diharapkan masa depan sepak bola wanita akan lebih menghargai kesehatan mental atlet. Langkah-langkah proaktif seperti manajemen media sosial yang bijak dan dukungan psikologis dari tim menjadi kunci untuk melindungi pemain dari dampak buruk dunia digital. Manfaatkan juga waktu luang anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi tentang berita olahraga terupdate lainnya hanya dengan klik sportszillablog.com.